Tuesday, June 16, 2009

Gadis Kecil dan Kalung Mutiara

: untuk LM yang sedang bersedih, semoga ikhlas dan lebih tabah, semoga yang terbaik akan segera hadir untukmu.

Di suatu masa yang telah lama lalu [yang mungkin esok akan kembali], seorang gadis kecil sedang sangat berbahagia. Beberapa hari lalu, ibunya memberikan sebuah kalung mutiara berkilau untuknya. Bukan mutiara asli, memang. Sekedar tiruan dari sejenis plastik saja. Tapi sungguh indah kalung itu. Si gadis kecil suka sekali mengamati kilau permukaannya yang halus, lembut memantulkan cahaya.

Tahun demi tahun berlalu. Ibu si gadis kerap memperhatikan anaknya bermain dengan kalung mutiara imitasi pemberiannya dulu. Tiap kali sang ibu memergoki si anak mengagumi kilau kalung mutiara itu, ia tersenyum penuh misteri. Dan pada suatu malam sang ibu berkata pada anaknya, “Nak, bolehkah Ibu minta kembali kalung itu?”

Gadis kecil terperangah. “Mengapa, Bu?” tanyanya gundah, “Apakah aku bersalah? Tidakkah aku selalu menuruti kata Ibu? Mengapa Ibu ingin mengambil kembali kalung kesayanganku itu?” lanjutnya dengan mata berkacakaca.

Sang ibu tak menjawab, ia hanya tersenyum, lalu mengecup dahi anak kesayangannya. Tapi malam berikutnya sang ibu kembali mengulang pinta yang sama—dan tentu saja si gadis kecil tetap mempertahankan kalung kesayangannya.

Hingga hari berganti bulan dan tahun yang baru nyaris tiba mengetuk gerbang waktu, setiap malam ibu dan anak itu mengulang adegan yang nyaris serupa. Tak bosan si anak mempertahankan kalung yang ia anggap sebagai harta terbaiknya. Sampai tibalah malam tahun baru, dan sang ibu kembali bertanya, “Nak, maukah kau memberikan kalung itu kembali pada Ibu?” bisiknya sambil lembut mengelus rambut si gadis kecil.

Kali ini si gadis kecil terdiam lama sekali sebelum menjawabnya. Sungguh ia sangat menyukai kalung mutiaranya, namun apalah arti kalung itu jika dibandingkan dengan kasih yang ia rasakan untuk ibunya? Akhirnya, teriring air mata, si gadis pun lirih berkata, “Baiklah, Bu. Ambillah kalung itu. Aku ikhlas jika itu memang kehendak Ibu.”

Terkembang senyum sang ibu, sungguh wajah yang bahagia. Dengan jemari bergetar si gadis kecil menyerahkan kalung kesayangannya pada ibunya. Matanya kuyup dalam nelangsa. Namun kasihnya pada sang ibu menjadi pengobat luka. Ah, lihatlah… wajah ibu begitu bahagia.

Sejenak sang ibu menimang kalung mutiara kesayangan anaknya. Lalu tanpa kata ia beranjak meninggalkan sang anak yang lantas terisak.

Tak lama kemudian, sang ibu kembali lagi. Di tangannya ia menggenggam kalung mutiara. Bukan cuma satu, tapi ada dua! Lalu ia berkata, “Nak, lihatlah, ini adalah kalung mutiara yang kau berikan barusan pada Ibu. Kalung mutiara imitasi yang bagus sekali. Tapi sebaik apapun, tetap bukan mutiara asli.” Ia menunjukkan kalung yang satunya lagi, “Dan ini adalah kalung mutiara yang telah lama Ibu simpankan untukmu. Lihat pendarnya. Indah, bukan? Ya, tentu lebih indah, sebab untaian ini adalah untaian mutiara yang asli. Malam ini engkau telah belajar melepaskan sesuatu yang engkau sayangi sungguh. Maka Ibu berikan kalung mutiara asli ini untukmu. Sebagai penanda bahwa engkau telah menemukan pelajaran yang sangat berharga: terkadang engkau harus melepaskan dengan ikhlas untuk mendapatkan yang terbaik.”

Ibu dan anak gadisnya itu berpelukan. Lamaaa sekali.

14 Juni 2009 ;22.55